PENGHAPUSAN
PIUTANG PAJAK
Dasar
Hukum
Daluwarsa
Penagihan
Berdasarkan rumusan Pasal 22 ayat
(1) diatur bahwa hak Direktorat Jenderal Pajak mempunyai hak untuk melakukan
penagihan pajak dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali. Adapun yang
menjadi tujuan dari pengaturan hak Direktorat Jenderal Pajak dalam jangka waktu
5 (lima) tahun adalah untuk memberikan kepastian hukum kapan utang pajak tidak
dapat ditagih lagi, sehingga UU KUP mengatur mengenai daluwarsa penagihan
pajak. Dalam hal Utang Pajak telah memasuki tanggal daluwarsa penagihan, hak
negara untuk melakukan penagihan utang pajak termasuk bunga, denda, kenaikan,
dan biaya penagihan pajak tidak lagi dapat dilakukan.
Pengertian Penghapusan Piutang Pajak
Keputusan Menteri Keuangan Nomor
539/KMK.03/2002 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menter Keuangan No.
68/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan
Besarnya Piutang Pajak mengatur tentang Piutang Pajak yang dapat dihapuskan.
Dirjen Pajak memberikan
kebijaksanaan dan kepastian hukum bagi Wajib Pajak yang masih memiliki
kewajiban pajak yang masih terhutang namun dapat dihapuskan sebagaimana dalam
ketentuan tersebut.
1.
Piutang
pajak yang dapat dihapuskan adalah piutang pajak yang tercantum dalam:
a. Surat Tagihan Pajak (STP);
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB);
c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKPKBT);
d. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang
(SPPT);
e. Surat Ketetapan Pajak (SKP);
f. Surat Ketetapan Pajak Tambahan
(SKPT);
g. Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang
menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah.
2.
Piutang
pajak yang dapat dihapuskan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Wajib
Pajak orang pribadi adalah piutang pajak yang tidak dapat atau tidak mungkin
ditagih lagi, disebabkan karena:
a. Wajib Pajak dan/atau Penanggung
Pajak meninggal dunia dan tidak mempunyai harta warisan atau kekayaan;
b. Wajib Pajak dan/atau Penanggung
Pajak tidak dapat ditemukan;
c. Hak untuk melakukan penagihan pajak
sudah daluwarsa;
d. Dokumen sebagai dasar penagihan
pajak tidak ditemukan dan telah dilakukan penelusuran secara optimal sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan; atau
e. Hak negara untuk melakukan penagihan
pajak tidak dapat dilaksanakan karena kondisi tertentu sehubungan dengan adanya
perubahan kebijakan dan/atau berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan.
3.
Piutang
pajak yang dapat dihapuskan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Wajib
Pajak badan adalah piutang pajak yang tidak dapat atau tidak mungkin ditagih
lagi, disebabkan karena:
a. Wajib Pajak bubar, likuidasi, atau
pailit dan Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan;
b. Hak untuk melakukan penagihan pajak
sudah daluwarsa;
c. Dokumen sebagai dasar penagihan
pajak tidak ditemukan dan telah dilakukan penelusuran secara optimal sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan; atau
d. Hak negara untuk melakukan penagihan
pajak tidak dapat dilaksanakan karena kondisi tertentu sehubungan dengan adanya
perubahan kebijakan dan/atau berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan.
Syarat-syarat
Penghapusan Piutang Pajak
Penghapusan piutang pajak dapat
dilakukan dalam hal hak menagih Direktorat Jenderal Pajak telah melampaui
jangka waktu dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan Surat
Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali.
Untuk memastikan keadaan Wajib Pajak
atau piutang pajak yang tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi, Direktorat
Jenderal Pajak wajib dilakukan penelitian setempat atau penelitian administrasi
dan hasilnya dilaporkan dalam Laporan Hasil Penelitian. Laporan Hasil
Penelitian tersebut harus menggambarkan keadaan Wajib Pajak atau Piutang Pajak
yang bersangkutan sebagai dasar untuk menentukan besarnya Piutang Pajak yang
tidak dapat ditagih lagi sehingga diusulkan untuk dihapus.
Piutang Pajak hanya dapat diusulkan
untuk dihapuskan setelah adanya Laporan Hasil Penelitian dan Kepala Kantor
Pelayanan Pajak setiap akhir tahun takwim menyusun Daftar Usulan Penghapusan
Piutang Pajak berdasarkan Laporan Hasil Penelitian. Usulan Penghapusan Piutang
Pajak setiap awal tahun berikutnya disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak atasannya. Selanjutnya, Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak menyampaikan Daftar Usulan Penghapusan Piutang Pajak
yang telah diteliti kepada Direktur Jenderal Pajak.
Penelitian Setempat dan Penelitian Administrasi
Dalam Pasal 2 Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor 625/PJ./2001 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak
dan Penetapan Besarnya Penghapusan Piutang Pajak dijelaskan yang dimaksud
dengan penelitian setempat dan penelitian administrasi. Penelitian setempat
dilakukan oleh Juru Sita Pajak Negara terhadap piutang pajak yang tidak dapat
atau tidak mungkin ditagih lagi karena:
o Wajib Pajak yang meninggal dunia
dengan tidak meninggalkan harta warisan dan tidak mempunyai ahli waris, atau
ahli waris tidak dapat ditemukan, yang dibuktikan dengan Surat Keterangan
kematian dan surat keterangan yang menyatakan bahwa Wajib Pajak yang meninggal
dunia tersebut tidak meninggalkan harta warisan dan tidak mempunyai ahli waris
dari pejabat yang berwenang;
o Wajib Pajak yang tidak mempunyai
harta kekayaan lagi, dibuktikan dengan surat keterangan dari pejabat yang
berwenang yang menyatakan bahwa Wajib Pajak memang benar-benar sudah tidak
mempunyai harta kekayaan lagi;
o Berdasarkan surat perintah
penelitian setempat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
Selanjutnya,
penelitian administrasi adalah penelitian terhadap piutang pajak yang tidak
dapat ditagih lagi karena Wajib Pajak yang hak penagihannya telah daluwarsa
berdasarkan Pasal 22 UU KUP dan hasilnya dituangkan dalam Laporan Hasil
Penelitian Administrasi.